Thursday 13 October 2016

Askep FRAKTUR IGA



ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR IGA
1.      PENGERTIAN
Frakturpadaiga (costae) adalahterputusnyakontinuitasjaringantulang / tulangrawan yang disebabkanolehrudapaksapadaspesifikasilokasipadatulang costa. Trauma tajamlebihjarangmengakibatkanfrakturiga, olehkarenaluaspermukaan trauma yang sempit, sehinggagaya trauma dapatmelaluiselaiga. Frakturigaterutamapadaiga IV-X (mayoritasterkena).Perludiperiksaadanyakerusakanpada organ-organ intra-toraksdan intra abdomen.
Kecurigaanadanyakerusakan organ intra abdomen (heparatau spleen) bilaterdapatfrakturpadaiga VIII-XII.Kecurigaanadanya trauma traktusneurovaskularutamaekstremitasatasdankepala (pleksusbrakhialis, subklavia),bilaterdapatfrakturpadaiga I-III ataufrakturklavikula.
2.      KLASIFIKASI FRAKTUR
Penampilkan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
a.   Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
1).     Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
2).     Fraktur Terbuka (Open/Compound),  bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
b.   Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
1).     Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2).     Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:
a)         Hair Line Fraktur (patahretidakrambut)
b)         Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
c)         Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
c.    Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.
1).     Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2).     Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3).     Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.
4).     Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5).     Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.
d.   Berdasarkanjumlahgarispatah.
1)       Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2)       Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
3)       Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.

e.   Berdasarkanpergeseranfragmentulang.
1).     Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
2).     Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a)      Dislokasiadlongitudinam cum contractionum (pergeseransearah  sumbudan overlapping).
b)      Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuksudut).
c)      Dislokasiadlatus (pergeserandimanakeduafragmensalingmenjauh).
f.     Berdasarkanposisifrakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
1.      1/3 proksimal
2.      1/3 medial
3.      1/3 distal
g.    Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
h.   Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
a.       Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya.
b.      Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
c.       Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.
d.      Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman sindroma kompartement.

3.      KLASIFIKASI FRAKTUR IGA
a)      Menurutjumlah costa yang mengalamifrakturdapatdibedakan :
·         Fraktur simple
·         Fraktur multiple

b)      Menurutjumlahfrakturpadasetiap costa dapat :
·       Fraktur segmental
·       Fraktur simple
·       Frakturcomminutif

c)      Menurutletakfrakturdibedakan :
·         Superior (costa 1-3 )
·         Median (costa 4-9)
·         Inferior (costa 10-12 ).

d)     Menurutposisi :
·         Anterior,
·         Lateral
·         Posterior.

Fraktur costa atas (1-3) dan fraktur Skapula
1.    Akibatdari tenaga yang besar
2.    meningkatnyaresiko trauma kepaladanleher, spinal cord, paru, pembuluhdarahbesar
3.    mortalitassampai 35%

Fraktur Costae tengah (4-9) :
1.    peningkatan signifikansi jika multiple. Fraktur kosta simple tanpa komplikasi dapat ditangani pada rawat jalan.
2.    MRS jikapadaobservasi :
a.         Penderitadispneu
b.         Mengeluh nyeri yang tidak dapat dihilangkan
c.         Penderitaberusiatua
d.        Memiliki preexisting lung function yang buruk.

Fraktur Costae bawah (10-12) :
Terkait dengan resiko injury pada hepar dan spleen
Catatan  insersi chest tube sebagai profilaksis harus dilakukan pada semua px trauma yang diintubasi pada adanya fraktur kostae.  Associated injuriesseringterlewatkanmeliputi :kontusiokardiak, rupture diafragmatikdan injury esophageal.
4.      ETIOLOGI
Secaragarisbesarpenyebabfraktur costa dapatdibagidalam2 kelompok :
1. Disebabkan trauma
a.. Trauma tumpul
Penyebab trauma tumpul yang seringmengakibatkanadanyafraktur costa antara lain: Kecelakaanlalulintas,kecelakaanpadapejalan kaki ,jatuhdariketinggian, ataujatuhpadadasar yang kerasatauakibatperkelahian.
b. Trauma Tembus
Penyebab trauma tembus yang seringmenimbulkanfrakturcosta :Lukatusukdanlukatembak
2. Disebabkanbukan trauma
Yang dapatmengakibatkanfrakturcosta ,terutamaakibatgerakan yang menimbulkanputaranrongga dada secaraberlebihanatauolehkarenaadanyagerakan yang berlebihandan stress fraktur,sepertipadagerakanolahraga : Lemparmartil, soft ball, tennis, golf.

5.      PATOFISIOLOGI
Fraktur costa dapatterjadiakibat trauma yang datangnyadariarahdepan,sampingataupundariarahbelakang.Trauma yang mengenai dada biasanyaakanmenimbulkantrauma costa,tetapidenganadanyaotot yang melindungi costa padadindingdada,makatidaksemua trauma dada akanterjadifraktur costa.
Pada trauma langsungdenganenergi yang hebatdapatterjadifraktur costa padatempattraumanya .Pada trauma tidaklangsung, fraktur costa dapatterjadiapabilaenergi yang diterimanyamelebihibatastolerasidarikelenturan costa tersebut.Sepertipadakasuskecelakaandimana dada terhimpitdaridepandanbelakang,makaakanterjadifrakturpadasebelahdepandarianguluscosta,dimanapadatempattersebutmerupakanbagian yang paling lemah.
Fraktur costa yang “displace” akandapatmencederaijaringansekitarnyaataubahkan organ dibawahnya.Frakturpada costa ke 4-9 dapatmencederaia.intercostalis ,pleura visceralis,parumaupunjantung ,sehinggadapatmengakibatkantimbulnyahematotoraks,pneumotoraksataupunlaserasijantung.

6.      TANDA dan GEJALA
v  Nyeritekan, crepitus dandeformitasdinding dada
v  Adanyagerakanparadoksal
v  Tanda–tandainsuffisiensipernafasan : Cyanosis, tachypnea.
v  Kadangakantampakketakutandancemas, karenasaatbernafasbertambahnyeri
v  Korbanbernafasdengancepat , dangkaldantersendat . Hal inisebagaiusahauntukmembatasigerakandanmengurangi rasa nyeri.
v  Nyeritajampadadaerahfraktur yang bertambahketikabernafasdanbatuk
v  Mungkinterjadilukaterbukadiatasfraktur, dandarilukainidapatterdengarsuaraudara yang “dihisap” masukkedalamrongga dada.
v  Gejala-gejalaperdarahandalamdansyok.

7.      TEST DIAGNOSTIK
·      Rontgen standar
Ø Rontgen thorax anteroposteriordan lateral dapatmembantu diagnosis hematothoraksdanpneumothoraksataupuncontusiopulmonum, mengetahuijenisdanletakfraktur costae.
Ø Foto oblique membantu diagnosis fraktur multiple pada orang dewasa.
Pemeriksaan Rontgen toraks harus dilakukan untuk menyingkirkan cedera toraks lain, namun tidak perlu untuk identifikasi fraktur iga.
·      EKG
·      Monitor lajunafas, analisis gas darah
·      Pulse oksimetri

8.      KOMPLIKASI
a.       Atelektasis
b.      Pneumonia
c.       hematotoraks
d.      pneumotoraks
e.       cideraintercostalis, pleura visceralis, parumaupunjantung
f.       laserasijantung.

9.      PENATALAKSANAAN

1.      Fraktur 1-2 igatanpaadanyapenyulit/kelainanlain :konservatif (analgetika)
2.      Fraktur>2 iga :waspadaikelainan lain (edema paru, hematotoraks, pneumotoraks)
3.      Penatalaksanaanpadafrakturigamultipeltanpapenyulitpneumotoraks, hematotoraks, ataukerusakan organ intratorakslain, adalah:
• Analgetik yang adekuat (oral/ iv / intercostal block)
• Bronchial toilet
• Cek Lab berkala : Hb, Ht, Leko, Tromb, dananalisa gas darah
• CekFoto Ro berkala
Dengan blok saraf interkostal, yaitu pemberian narkotik ataupun relaksan otot merupakan pengobatan yang adekuat. Pada cedera yang lebih hebat, perawatan rumah sakit diperlukan untuk menghilangkan nyeri, penanganan batuk, dan pengisapan endotrakeal.







ASUHAN KEPERAWATAN

DiagnosaKeperawatan
Adapundiagnosakeperawatan yang lazimdijumpaipadaklienfrakturadalahsebagaiberikut:
a.       Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
b.      Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan trombus)
c.       Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
d.      Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
e.       Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
f.       Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
g.      Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada
(Doengoes, 2000)
Intervensi Keperawatan
a.      Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
Tujuan:    Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur, istirahat dengan tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual


INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL

1.  Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, bebat dan atau traksi

2.  Tinggikanposisiekstremitas yang terkena.

3.  Lakukandanawasilatihangerakpasif/aktif.

4.  Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan posisi)

5.  Ajarkanpenggunaanteknikmanajemennyeri (latihannapasdalam, imajinasi visual, aktivitasdipersional)

6.  Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai keperluan.

7.  Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.



Evaluasikeluhannyeri (skala, petunjuk verbal dan non verval, perubahantanda-tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi.


Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema/nyeri.

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler.

Meningkatkan sirkulasi umum, menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot.

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang mungkin berlangsung lama.

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri.


Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara sentral maupun perifer.

Menilaiperkembanganmasalahklien.
b.      Risikodisfungsineurovaskulerperifer b/d penurunanalirandarah (cederavaskuler, edema, pembentukantrombus)
Tujuan   : Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria akral hangat, tidak pucat dan syanosis, bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL

1.    Dorongklienuntuksecararutinmelakukanlatihanmenggerakkanjari/sendi distal cedera.

2.    Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebat/spalk yang terlalu ketat.


3.    Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi adanya sindroma kompartemen.

4.    Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan.


5.    Pantau kualitas nadi perifer, aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan kulit distal cedera, bandingkan dengan sisi yang normal.

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi.



Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan bebat/spalk.

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi.

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena.

Mengevaluasiperkembanganmasalahkliendanperlunyaintervensisesuaikeadaanklien.


c.       Gangguanpertukaran gas b/d perubahanalirandarah, emboli, perubahanmembran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
Tujuan     :   Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan kriteria klien tidak sesak nafas, tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL

1.    Instruksikan/bantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif.

2.    Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien.

3.    Kolaborasipemberianobatantikoagulan (warvarin, heparin) dankortikosteroidsesuaiindikasi.



4.    Analisa pemeriksaan gas darah, Hb, kalsium, LED, lemak dan trombosit







5.    Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas, perhatikan adanya stridor, penggunaan otot aksesori pernapasan, retraksi sela iga dan sianosis sentral.

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi.


Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru.

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli. Kortikosteroid telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegah/mengatasi emboli lemak.

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas; anemia, hipokalsemia, peningkatan LED dan kadar lipase, lemak darah dan penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak.

Adanya takipnea, dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi pernapasan, mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal.

d.          Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
Tujuan   :   Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL

1.    Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran, kunjungan teman/keluarga) sesuai keadaan klien.

2.    Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun yang sehat sesuai keadaan klien.




3.    Berikan papan penyangga kaki, gulungan trokanter/tangan sesuai indikasi.

4.    Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan klien.

5.    Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien.



6.    Dorong/pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml/hari.

7.    Berikan diet TKTP.





8.    Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi.


9.    Evaluasikemampuanmobilisasikliendan program imobilisasi.

Memfokuskan perhatian, meningkatakan rasa kontrol diri/harga diri, membantu menurunkan isolasi sosial.


Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal, mempertahankan tonus otot, mempertahakan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan mencegah reabsorbsi kalsium karena imobilisasi.

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas.



Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan klien.

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus, atelektasis, penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat, men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi.


Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-pertahankan fungsi fisiologis tubuh.

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara individual.

Menilaiperkembanganmasalahklien.

e.       Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
Tujuan   :   Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi, mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL

1.     Pertahankantempattidur yang nyamandanaman (kering, bersih, alattenunkencang, bantalanbawahsiku, tumit).

2.      Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebat/gips.


3.     Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal


4.      Observasikeadaankulit, penekanangips/bebatterhadapkulit, insersi pen/traksi.

Menurunkan risiko kerusakan/abrasi kulit yang lebih luas.



Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi.

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal.

Menilaiperkembanganmasalahklien.

f.       Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang
Tujuan   :   Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL

1.    Lakukanperawatan pen sterildanperawatanlukasesuaiprotokol

2.    Ajarkanklienuntukmempertahankansterilitasinsersi pen.

3.    Kolaborasipemberianantibiotikadantoksoid tetanus sesuaiindikasi.




4.    Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap, LED, Kultur dan sensitivitas luka/serum/tulang)



5.      Observasi tanda-tanda vital dan  tanda-tanda peradangan lokal pada luka.

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka.

Meminimalkan kontaminasi.



Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis, mencegah atau mengatasi infeksi. Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus.

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi, anemia dan peningkatan LED dapat terjadi pada osteomielitis. Kulturuntukmengidentifikasiorganismepenyebabinfeksi.

Mengevaluasiperkembanganmasalahklien.

h.      Kurangpengetahuantentangkondisi, prognosis dankebutuhanpengobatan b/d kurangterpajanatausalahinterpretasiterhadapinformasi, keterbatasankognitif, kurangakurat/lengkapnyainformasi yang ada.
Tujuan     :   klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL

1.      Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran.



2.      Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik.


3.      Ajarkan tanda/gejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat, demam, perubahan sensasi kulit distal cedera)

4.      Persiapkanklienuntukmengikutiterapipembedahanbiladiperlukan.

Efektivitas proses pemeblajarandipengaruhiolehkesiapanfisikdan mental klienuntukmengikuti program pembelajaran.

Meningkatkanpartisipasidankemandiriankliendalamperencanaandanpelaksanaan program terapifisik.

Meningkatkankewaspadaanklienuntukmengenalitanda/gejaladini yang memerulukanintervensilebihlanjut.


Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi klien.

B.    EVALUASI
o   Nyeriberkurangatauhilang
o   Tidakterjadidisfungsineurovaskulerperifer
o   Pertukaran gas adekuat
o   Tidakterjadikerusakanintegritaskulit
o   Infeksitidakterjadi
o   Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

No comments:

Post a Comment