Saturday 15 October 2016

Askep Abortus



Askep Abortus

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Kebidanan dalam arti menolong persalinan dapat dikatakan sebagai praktik kesehatan tertua di dunia, sama tuanya dengan umat manusia. Pada mulanya semua persalinan ditolong oleh dukun atau mereka yang mengkhususkan diri dalam pertolongan persalinan, tanpa membolehkan tenaga medis lainnya untuk ikut membantu melakukan hal tersebut.

Dengan pengetahuan yang serba terbatas serta jumlah tenaga ahli kebidanan dan penyakit kandungan di Indonesia yang masih sangat kurang yaitu pada tahun 1995 terdapat 700 orang tenaga berbanding dengan 197 juta penduduk (Manuaba, 1999) bila dibandingkan dengan negara di Asia Tenggara lain, contoh di   Filipina terdapat 2.000 orang tenaga ahli kebidanan dalam jumlah penduduk 40 juta jiwa. Maka sudah dapat dibayangkan bahwa jumlah kematian ibu dan bayi di Indonesia menjadi paling tinggi di Asia Tenggara.
Sebagai ukuran kemmapuan pelayanan kesehatan satu negara ditetapkan berdasarkan angka kematian ibu dan angka kematian karena melahirkan. Sementara persalinan di Indonesia sebagian besar yaitu sekitar 70 – 80 % masih ditolong oleh dukun terutama di pedesaan dengan kemampuan dan peralatan yang serba terbatas. Penyebab kematian terjadi terutama karena perdarahan, infeksi, dan keracunan hamil serta terlambatnya sistem rujukan (Manuaba, 1999).
Pemerintah sendiri telah mengupayakan berbagai cara untuk mengendalikan angka kematian ibu dan bayi yang sangat tinggi tersebut guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya serta kesehatan ibu pada khususnya. Dengan berkembangnya pengetahuan dan teknologi dewasa ini, membuat model pengawasan terhadap masa kehamilan seperti yang dikembangkan di Paris pada tahun 1901 dengan nama plea of promaternity hspital yang bertujuan memberikan pelayanan kepada ibu selama masa kehamilan sehingga ibu dapat menyelesaikan masa kehamilannya dengan baik dan bayi dapat dilahirkan dengan sehat dan selamat. Di Indonesia sendiri model pengawasan tersebut semakin membuka pandangan masyarakat bahwa pengawasan yang ketat pada masa kehamilan menjadi hal yang sangat penting guna mengantarkan ibu dan bayi kepada keadaan yang sehat dan sejahtera. Oleh karenanya di Indonesia dikembangkan model pengawasan yang sama dengan nama BKIA yaitu Balai Kesehatan Ibu dan Anak. Dimana BKIA menjadi bagian terpenting dari program Puskesmas dan telah tersebar dis eluruh Indonesia yang dipimpin oleh beberapa orang dokter sehingga kemampuan pelayanannya dapat lebih ditingkatkan. Bahkan menjelang pencapaian Indonesia Sehat 2010, dikembangkan program Bidan di Desa guna mengupayakan masyarakat di pelosok dapat menjangkau pelayanan kesehatan yang mereka butuhkan dengan lebih mudah.
Pemerintah memberikan perhatian khusus kepada masalah kebidanan ini mengingat permasalahan yang muncul selama masa kehamilan adalah sangat kompleks yang meliputi masalah fisik, psikologis dan sosial (Sarwono, 1991). Bahkan dengan kecenderunagn angka kematian pada ibu yang sangat tinggi yang diakibatkan karena perdarahan, infeksi dan keracunan pada masa kehamilan, menjadikan program pengawasan pada ibu hamil lebih diperketat dan ditingkatkan melalui upaya ANC (Ante Natal Care).
Salah satu permasalahan yang sering terjadi pada ibu hamil adalah keguguran atau abortus. Mengingat semkain berkembnagnya pendidikan dan pengethauan masyarakat khususnya wanita dengan emansipasinya dalam turut serta menghidupi ekonomi keluarga, membuat kejadian abortus menjadi cukup tinggi dalam dekade terakhir. Didukung pula oleh pengaruh budaya barat dengan pergaulan bebasnya menjadinya banyak kejadian kehamilan tidak diinginkan menjadi meningkat sehingga kecenderungan kejadian abortus provocatus juga meningkat. Bahkan semakin merebaknya klinik – klinik aborsi di tanah air, semakin membuka peluang wanita untuk melakukan aborsi tanpa memikirkan akibatnya.
Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, maka kami mengangkat permasalahan abortus sebagai makalah, mengingat permasalahan abortus sendiri merupakan suatu permasalahan yang kompleks bagi ibu, suami/pasangan maupun keluarga.

       1.2.  Tujuan Penulisan
      1.2.1  Tujuan Umum
Menerapkan asuhan keperawatan pada ibu dengan kejadian abortus sesuai dengan konsep teori asuhan keperawatan.
      1.2.2. Tujuan Khusus
     1. Mengidentifikasi data fokus keperawatan melalui pengkajian pada ibu hamil denagn kejadian abortus.
2. Mengidentifikasi diagnosa keperawatan yang timbul pada ibu hamil dengan kejadian abortus.
3. Mengidentifikasi rencana intervensi keperawatan pada ibu hamil dengan kejadian abortus.
4. Menerapkan implementasi keperawatan pada ibu hamil dengan kejadian abortus.
5. Mengidentifikasi evaluasi keperawatan pada ibu hamil dengan kejadian abortus.

1.3    Manfaat Penulisan
1.3.1   Bagi mahasiswa
Memberikan kesempatan kepada mahasiswa guna menerapkan asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan kejadian abortus sehingga dapat menambah pengalaman dan pemahaman mahasiswa terhadap penatalaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan abortus.
1.3.2   Bagi Institusi pendidikan
Meningkatkan pengetahuan mengenai penatalaksanaan asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan kejadian abortus di rumah sakit sehingga dapat menetapkan prosedur tetap mengenai model asuhan keperawatan yang tepat digunakan pada ibu dengan permasalahan abortus.















BAB 2
KONSEP TINJAUAN PUSTAKA

2.1    Definisi Abortus
                   Berakhirnya masa kehamilan sebelum anak dapat hidup di dunia luar (Bagian Obgyn Unpad, 1999). Anak baru mungkin hidup di dunia luar kalau beratnya telah mencapai 1000 gram atau umur kehamilan 28 minggu.
                   Pengeluaran atau ekstraksi janin atau embrio yang berbobot 500 gram atau kurang dari ibunya yang kira – kira berumur 20 sampai 22 minggu kehamilan (Hacker and Moore, 2001).

2.2    Jenis Abortus, Macam Abortus, Definisi, Tanda dan Gejala
2.2.1           Spontan (terjadi dengan sendiri, keguguran) merupakan ± 20% dari semua abortus.
Abortus spontan terdiri dari 7 macam, diantaranya :
a.    Abortus imminens (keguguran mengancam) adalah Abortus ini baru mengancam dan ada harapan untuk mempertahankan.
Tanda dan Gejala
      Perdarahan per-vaginam sebelum minggu ke 20.
      Kadang nyeri, terasa nyeri tumpul pada perut bagian bawah menyertai perdarahan.
      Nyeri terasa memilin karena kontraksi tidak ada atau sedikit sekali.
      Tidak ditemukan kelainan pada serviks.
      Serviks tertutup.
b.    Abortus incipiens (keguguran berlangsung) adalah Abortus sudah berlangsung dan tidak dapat dicegah lagi.
Tanda dan Gejala
      Perdarahan per vaginam masif, kadang – kadang keluar gumpalan darah.
      Nyeri perut bagian bawah seperti kejang karena kontraksi rahim kuat.
      Serviks sering melebar sebagian akibat kontraksi.


c.  Abortus incomplete (keguguran tidak lengkap) adalah Sebagian dari buah kehamilan telah dilahirkan tetapi sebagian (biasanya jaringan plasenta) masih tertinggal di rahim.
Tanda dan Gejala
      Perdarahan per vaginam berlangsung terus walaupun jaringan telah keluar.
      Nyeri perut bawah mirip kejang.
      Dilatasi serviks akibat masih adanya hasil konsepsi di dalam uterus yang dianggap sebagai corpus allienum.
      Keluarnya hasil konsepsi (seperti potongan kulit dan hati).
d.   Abortus completus (keguguran lengkap) adalah Seluruh buah kehamilan telah dilahirkan lengkap. Kontraksi rahim dan perdarahan mereda setelah hasil konsepsi keluar.
Tanda dan Gejala
      Serviks menutup.
      Rahim lebih kecil dari periode yang ditunjukkan amenorea.
      Gejala kehamilan tidak ada.
      Uji kehamilan negatif.
e.    Missed abortion (keguguran tertunda) adalah Missed abortion ialah keadaan dimana janin telah mati sebelum minggu ke 22 tetapi tertahan di dalam rahim selama 2 bulan atau lebih setelah janin mati.
Tanda dan Gejala
      Rahim tidak membesar, malahan mengecil karena absorpsi air ketuban dan macerasi janin.
      Buah dada mengecil kembali.
      Gejala kehamilan tidak ada, hanya amenorea terus berlangsung.
f.     Abortus habitualis (keguguran berulang – ulang) adalah abortus yang telah berulang dan berturut – turut terjadi sekurang – kurangnya 3 kali berturut – turut.
g.    Abortus febrilis adalah Abortus incompletus atau abortus incipiens yang disertai infeksi.
Tanda dan Gejala
      Demam kadang – kadang menggigil.
      Lochea berbau busuk.
           


2.2.2       Abortus provocatus (disengaja, digugurkan) merupakan 80% dari semua abortus.
             Abortus provocatus terdiri dari 2 macam, diantaranya :
a.    Abortus provocatus artificialis atau abortus therapeutics adalah Pengguguran kehamilan dengan alat – alat dengan alasan bahwa kehamilan membahayakan membawa maut bagi ibu, misal ibu berpenyakit berat. Indikasi pada ibu dengan penyakit jantung (rheuma), hypertensi essensialis, carcinoma cerviks.
b.    Abortus provocatus criminalis Adalah pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang syah dan dilarang oleh hukum.
2.3    Etiologi Abortus
2.3.1      Kelainan telur
Kelainan telur menyebabkan kelainan pertumbuhan yang sedinikian rupa hingga janin tidak mungkin hidup terus, misalnya karena faktor endogen seperti kelainan chromosom (trisomi dan polyploidi).
2.3.2      Penyakit ibu       
Berbagai penyakit ibu dapat menimbulkan abortus, yaitu:
a.    Infeksi akut yang berat: pneumonia, thypus dapat mneyebabkan abortus dan partus prematurus.
b.   Kelainan endokrin, misalnya kekurangan progesteron atau disfungsi kelenjar gondok.
c.    Trauma, misalnya laparatomi atau kecelakaan langsung pada ibu.
d.   Gizi ibu yang kurang baik.
e.    Kelainan alat kandungan:
     Hypoplasia uteri.
     Tumor uterus
     Cerviks yang pendek
     Retroflexio uteri incarcerata
     Kelainan endometrium
f.    Faktor psikologis ibu.
2.3.3      Faktor suami
Terdapat kelainan bentuk anomali kromosom pada kedua orang tua serta faktor imunologik yang dapat memungkinkan hospes (ibu) mempertahankan produk asing secara antigenetik (janin) tanpa terjadi penolakan.

2.3.4      Faktor lingkungan
Paparan dari lingkungan seperti kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol serta paparan faktor eksogen seperti virus, radiasi, zat kimia, memperbesar peluang terjadinya abortus.
2.4    Penatalaksanaan Abortus
2.5.1     Abortus imminens
Karena ada harapan bahwa kehamilan dapat dipertahankan, maka pasien:
a.    Istirahat rebah (tidak usah melebihi 48 jam).
b.    Diberi sedativa misal luminal, codein, morphin.
c.    Progesteron 10 mg sehari untuk terapi substitusi dan mengurangi kerentanan otot-otot rahim (misal gestanon).
d.   Dilarang coitus sampai 2 minggu.
2.5.2     Abortus incipiens
Kemungkinan terjadi abortus sangat besar sehingga pasien:
a.  Mempercepat pengosongan rahim dengan oxytocin 2 ½ satuan tiap ½ jam sebnayak 6 kali.
b.  Mengurangi nyeri dengan sedativa.
c.   Jika ptocin tidak berhasil dilakukan curetage asal pembukaan cukup besar.
2.5.3     Abortus incompletus
Harus segera curetage atau secara digital untuk mengehntikan perdarahan.
2.5.4     Abortus febrilis
a. Pelaksanaan curetage ditunda untuk mencegah sepsis, keculai perdarahan banyak sekali.
b. Diberi atobiotika.
c.  Curetage dilakukan setelah suhu tubuh turun selama 3 hari.
2.5.5     Missed abortion
a. Diutamakan penyelesaian missed abortion secara lebih aktif untuk mencegah perdarahan dan sepsis dengan oxytocin dan antibiotika. Segera setelah kematian janin dipastikan, segera beri pitocin 10 satuan dalam 500 cc glucose.
b. Untuk merangsang dilatasis erviks diberi laminaria stift.



2.5.6      Penyulit Abortus
a. Perdarahan hebat.
b. Infeksi kadang-kadang sampai terjadi sepsis, infeksi dari tuba dapat menimbulkan kemandulan.
c. Renal failure disebabkan karena infeksi dan shock.
d. Shock bakteri karen atoxin.
e. Perforasi saat curetage

2.6.7   Konsep Asuhan Keperawatan Ibu dengan Abortus Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas. Dimana masa gestasi belum mencapai usia 22 minggu dan beratnya kurang dari 500 gr am (Derek Liewollyn&Jones: 2002).
Hal serupa dikemukakan Murray, 2002 bahwa abortus adalah berakhirnya kehamilan dengan pengeluaan hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan dengan usia gestasi kurang dari 20 minggu dan berat janin kurang dari 500 gram.
2. Epidemiologi
Data dari beberapa Negara memperkirakan bahwa antara 10 %dan 15% yang terdiagnosis secara klinis berakhir dengan abortus. Abortus lebih sering terjadi pada wanita berusia diatas 30 tahun dan meningkat pada usia 35 tahun. Frekuensi meningkat bersamaan dengan meningkatnya angka graviditas: 6% kehamilan pertama atau kedua berakhir dengan abortus; angka ini menjadi 16% pada kehamilan ketiga dan seterusnya. Di Indonesia, diperkirakan ada 5 juta kehamilan per-tahun, dengan demikian setiap tahun terdapat 500.000-750.000 janin yang mengalami abortus spontan (Derek Liewollyn&Jones, 2002).


3. Etiologi
Abortus dapat terjadi karena beberapa etiologi yaitu :
a. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, biasanya menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini adalah:
a.Kelainan kromosom, terutama trimosoma dan monosoma X
b.Lingkungan sekitar tempat imp
lantasi kurang sempurna
c.Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan temabakau dan alcohol

b. Gangguan sirkulasi plasenta
    Dijumpai pada ibu yang menderita penyakit nefrisis, hipertensi, toksemia gravidarum,           anomaly plasenta.
c. Faktor maternal seperti pneumonia, typus, anemia berat, keracunan dan toksoplasmosis.
d. Kelainan traktus genetalia, seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada trimester      kedua), retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan bawaan uterus.
4. Patofisiologi                                                                                    
Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan nerkrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus desidua secara dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan terlebih dahulu daripada plasenta hasil konsepsi keluar dalam bentuk seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blightes ovum),janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus.
5. Klasifikasi
A. Spontan (terjadi dengan sendiri, keguguran) merupakan ± 20% dari semua abortus.
           Abortus spontan terdiri dari 7 macam, diantaranya :
a) Abortus imminens : Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.
b) Abortus insipiens : Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.
c) Abortus inkompletus : Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
d) Abortus kompletus : Semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan.
e) Abortus servikalis : keluarnya hasil konsepsi dari uterus dihalangi oleh ostium uterus eksternum yang tidak membuka, sehingga semuanya terkumpul dalam kanalis serviks uterus menjadi besar, kurang lebih bundar dengan dinding menipis
f) Missed Abortion : kematian janin sebelum usia 20 minggu, tetapi janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih.
g) Abortus habitualis : abortus yang berulang dengan frekuaensi lebih dari 3 kali

B. Abortus provokatus (abortus yang sengaja dibuat) : Menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu. Pada umumnya dianggap bayi belum dapat hidup diluar kandungan apabila kehamilan belum mencapai umur 28 minggu, atau berat badan bayi belum 1000 gram, walaupun terdapat kasus bahwa bayi dibawah 1000 gram dapat terus hidup.
           Abortus provocatus terdiri dari 2 macam, diantaranya :
a) Abortus provocatus artificialis atau abortus therapeutics: Pengguguran kehamilan dengan alat – alat dengan alasan bahwa kehamilan membahayakan membawa maut bagi ibu, misal ibu berpenyakit berat. Indikasi pada ibu dengan penyakit jantung (rheuma), hypertensi essensialis, carcinoma cerviks.
b) Abortus provocatus criminalis : pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah dan dilarang oleh hukum.
6. Tanda dan Gejala
Secara umum tanda dan gejala abortus sebagai berikut :
a) Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu
b) Keadaan umum tampak lemah kesadaran menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat
c) Perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya jaringan hasil konsepsi
d) Rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri pingang akibat kontraksi uterus
7. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi Vulva : perdarahan pervaginam ada atau tidak jaringan hasil konsepsi, tercium bau busuk dari vulva
b.Inspekulo : perdarahan dari cavum uteri, osteum uteri terbuka atau sudah tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.
c. Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, cavum douglas tidak menonjol dan tidak nyeri.
8. Pemeriksaan Penunjang
a) Tes Kehamilan
    Positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah abortus
b) Pemeriksaaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
c) Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion
   Diagnosa Banding
 Kehamilan etopik terganggu, mola hidatidosa, kemamilan dengan kelainan serviks.      Abortion imiteins perlu dibedakan dengan perdarahan implantasi yang biasanya sedikit, berwarna merah, cepat terhenti, dan tidak disertai rasa mulas.
d) Pemeriksaan kadar hemoglobin cenderung menurun akibat perdarahan.
e) Pemeriksaan kadar HCG dalam urine untuk memastikan kehamilan masih berlangsung.
f) Pemeriksaan auskultasi dengan funduskop dan doppler untuk memastikan kondisi janin.
9. Penatalaksanaan
 Abortus Imminens
Penanganan abortus imminens meliputi :
a.Istirahat baring. Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanik.
b.Terapi hormon progesteron intramuskular atau dengan berbagai zat progestasional sintetik peroral atau secara intramuskular.Walaupun bukti efektivitasnya tidak diketahui secara pasti.

Pemeriksaan ultrasonografi untuk menentukan apakah janin masih hidup.
      Abortus Insipiens
Penanganan Abortus Insipiens meliputi :
a) Jika usia kehamilan kurang 16 minggu, lakukan evaluasi uterus dengan aspirasi vakum manual. Jika evaluasi tidak dapat, segera lakukan:
     Berikan ergomefiin 0,2 mg intramuskuler (dapat diulang setelah 15 menit bila perlu) atau     misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang sesudah 4 jam bila perlu).
    Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus.
b) Jika usia kehamilan lebih 16 minggu :
  Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi lalu evaluasi sisa-sisa hasil konsepsi.
 Jika perlu, lakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik atau larutan ringer laktat dengan kecepatan 40 tetes permenit untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi.
c) Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan
 Abortus lnkompletus

Penanganan abortus inkomplit :
a) Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang 16 minggu, evaluasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg intramuskulera taum iso prostol4 00 mcg per oral.
b) Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang 16 minggu, evaluasi hasil konsepsi dengan :
§  Aspirasi vakum manual merupakan metode evaluasi yang terpilih. Evakuasi dengan kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak tersedia.
§  Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera beri ergometrin 0,2 mg intramuskuler (diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcg peroral (dapat diulang setelah 4 jam bila perlu).
c) Jika kehamilan lebih dari 16 minggu:
§  Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik atau ringer laktat) dengan k ecepatan 40 tetes permenit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi
§  Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg per vaginam setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg)
§  Evaluasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.
d) Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.
Ø  Abortus Kompletus
Penderita dengan abortus kompletus tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya apabila penderita anemia perlu diberikan tablet sulfas ferrosus 600 mg perhari atau jika anemia berat maka perlu diberikan transfusi darah.
Ø  Abortus Servikalis
Terapi terdiri atas dilatasi serviks dengan busi Hegar dan kerokan untuk mengeluarkan hasil konsepsi dari kanalis servikalis.
Ø  Missed Abortion
Setelah diagnosis missed abortion dibuat, timbul pertanyaan apakah hasil konsepsi perlu segera dikeluarkan. Tindakan pengeluaran itu tergantung dari berbagai faktor, seperti apakah kadar fibrinogen dalam darah sudatr mulai turun. Hipofibrinogenemia dapat terjadi apabila janin yang mati lebih dari I bulan tidak dikeluarkan. Selain itu faktor mental penderita perlu diperhatikan karena tidak jarang wanita yang bersangkutan merasa gelisah, mengetahui ia mengandung janin yang telah mati, dan ingin supaya janin secepatnya dikeluarkan.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pada Ibu hamil dengan kasus abortus pada umumnya mengalami keluhan sebagai berikut:
a) Tidak enak badan.
b) Nadi cenderung meningkat, tekanan darah meningkat, respirasi meningkat dan suhu meningkat.
c) Sakit kepala dan penglihatan terasa kabur.
d) Keluar perdarahan dari alat kemaluan, kadang-kadang keluar flek-flek darah atau perdarahan terus-menerus.
Jika selama kehamilan ditemukan perdarahan, identifikasi :
· Lama kehamilan
· Kapan terjadinya perdarahan, berapa lama, banyaknya, dan aktivitas yang mempengaruhi
· Karakterstik darah; merah terang, kecoklatan, adanya gumpalan darah, dan lendir
· Sifat dan lokasi ketidaknyamanan seperti kejang, nyeri tumpul atau tajam, mulas serta pusing
e) Gejala-gejala hipovolemia seperti sinkop
f) Perasaan takut dan khawatir terhadap kondisi kehamilan.
g) Nadi cenderung meningkat, tekanan darah meningkat, respirasi meningkat dan suhu meningkat.


2. Diagnosa
Kemungkinan diagnosis keperawatan yang muncul adalah sebagai berikut;
a. Nyeri berhubungan dengan dilatasi servik, trauma jaringan dan kontraksi uterus
b. Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan vascular dalam jumlah berlebih
c. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia
d. Ketakutan berhubungan dengan ancaman kematian pada diri sendiri dan janin
e. Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan penahanan hasil konseps



3. Intervensi
No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Rasional
1
Nyeri berhubungan dengan dilatasi servik, trauma jaringan dan kontraksi uterus
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien dapat bertoleransi terhadap nyeri yang dialami dengan criteria hasil;
· Ibu dapat mendemonstrasikan teknik relaksasi
· Tanda-tanda vital dalam batas normal
· Ibu tidak meringis
1. Tentukan sifat, lokasi, dan durasi nyeri. Kaji kontraksi uterus hemoragi atau nyeri tekan abdomen
2. Kaji stress psikologis ibu /pasangan dan respon emosiol terhadap kejadian
3. Berikan lingkungan yang tenang dan aktivitas untuk menurunkan rasa nyeri. Instruksikan untuk menggunakan metode relaksasi, misalnya; nafas dalam, visualisasi distraksi, dan jelaskan prosedur.
Kolaborasi
4. Berikan narkotik atau sedatif berikut obat-obat praoperatif bila prosedur pembedahan diindikasikan
5. Siapkan untuk prosedur bedah bila terdapat indikasi
1. Membantu dalam mendiagnosis dan menentukan tindakan yang akan dilakukan. ketidaknyamanan dihubungkan dengan aborsi spontan dan molahidatidosa karena kontraksi uterus yang mungkin diperberat oleh infus oksitosin.
2. Ansietas sebagai respon terhadap situasi darurat dapat memperberat ketidaknyamanan karena sindrom ketegangan, ketakutan, dan nyeri
3. Dapat membantu dalam menurunkan tingkat ansietas dan karenanya mereduksi ketidaknyamanan
4. Meningkatkan kenyamanan, menurunkan resiko komplikasi pembedahan
5. Tindakan terhadap penyimpangan dasar akan menghilangkan nyeri.
2
Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan vascular dalam jumlah berlebih
Setelah diberikan asuhan keperwawatan diharapkan pasien dapat mendemonstrasikan kestabilan/ perbaikan keseimbangan cairan dengan criteria hasil:
· Tanda-tanda vital stabil
· pengisian kafilari refil <2>
· pengeluaran dan berat jenis urine adekuat secara individual
1. Evaluasi, laporkan,serta catat jumlah dan sifat kehilangan darah, lakukan perhitungan pembalut, kemudian timbang pembalut
2. Lakukan tirah baring, instruksikan untuk menghindari valsava manuver dan koitus
3. Posisikan dengan tepat, terlentang dengan panggul ditinggikanatau posisi semi fowler
4. Catat tanda-tanda vital, pengisian kapiler pada dasar kuku, warna membran mukosa atau kulit dan suhu. Ukur tekanan vena sentral bila ada
5. Pantau aktivitas uterus, status janin dan adanya nyeri tekan pada abdomen
6. Pantau masukan/keluaran cairan. Dapatkan sample urine setiap jam, ukur berat jenis
7. Simpan jaringan atau hasil konsepsi yang keluar
Kolaborasi:
8. Dapatkan pemeriksaan darah cepat; HDL jenis dan pencorakan silang, titer Rh, Kadar fibrinogen, hitung trombosit, APTT dan kadar LCC
9. Pasang Kateter
10. Berikan larutan intravena, ekspander plasma, darah lengkap atau sel-sel kemasan sesuai indikasi
1. Perkiraan kehilangan darah membantu membedakan diagnosis. Setiap gram peningkatan berat pembalut sama dengan kehilangan kira-kira 1 ml darah
2. perdarahan dapat berhenti dengan reduksi aktivitas. Peningkatan tekanan abdomen atau orgasme dapat merangsang perdarahan
3. Menjamin keadekuatan darah yang tersedia untuk otak, peninggian panggul menghindari kompresi vena kaya. Posisi semifowler memungkinkan janin bertindak sebagai tampon
4. Membantu menentukan beratnya kehilangan darah meskipun sianosis dan perubahan pada tekanan darah dan nadi adalah tanda-tanda lanjut dari kehilangan volume sirkulasi
5. Membantu menentukan sifat hemoragi dan kemungkinan akibat dari peristiwa hemoragi
6.Menentukan luasnya kehilangan cairan dan menunjukkan perfusi ginjal
7. Dokter perlu mengevaluasi kemungkinan retensi jaringan, pemeriksaan hstologi mungkin diperlukan.
8. Menentukan jumlah darah yang hilang dan dapat memberikan informasi mengenai penyebab harus dipertahankan di atas 30% untuk mendukung transpor oksigen dan nutrien
9. Haluaran kuarang dari 30ml/jam menandakan penurunan perfusi ginjal dan kemungkinan terjadinya nekrosis tubuler. Keluaran yang tepat ditentukan oleh derajat defisit individual dan kecepatan penggantian
10. meningkatkan volume darah sirkulasi dan mengatasi gejala syok.
3
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia
Setelah diberikan asuhan keperawatan pasien dapat menunjukkan perubahan perfusi jaringan kembali normal dengan criteria hasil:
· Tanda vital dalam batas normal
· Hb dalam batas normal
1. Perhatikan status fisiologi ibu, staus sirkulasi dan volume darah
2. Auskultasi dan laporkan DJJ. Catat bradikardi atau takikardi. Catat perubahan pada aktivitas janin
3. Catat kehilangan darah ibu karena adanya kontraksi uteus
4. Anjurkan tirah baring pada posisi miring
Kolaborasi;
5.Berikan suplemen oksigen pada ibu. Lakukan sesuai indikasi
6. Ganti kejilangan darah ibu
7. Siapkan ibu untuk intervensi bedah dengan tepat
1. Kejadian perdarahan berisiko merusak hasil kehamilan. Kemungkinan menyebabkan hipovolemia atau hipoksia uteroplasenta
2. Mengkaji berlanjutnya hioksia janin, pada awalnya janin berespon pada penurunan kadar oksigen dengan takikardi dan peningkatan gerakan. Bila tetap defisit, bradikardi dan penurunan aktivitas terjadi
3. Bila kontraksi uterus disertai dilatasi serviks, tirah baring dan medikasi mungkin tidak efektif dalam mempertahankan kehamilan. Kehilangan darah ibu secara berlebihan menurunkan perfusi plasenta
4. meningkatkan ketersediaan oksigen untuk janin. Janin mempunyai beberapa kepastian perlengkapan untuk mengatasi hipoksia, dimana disosiasi Hb janin lebih cepat daripada Hb dewasa dan jumlah eritrosit janin lebih besar dari dewasa, sehingga kapasitas oksigen yang dibawa janin meningkat.
5. Mengevaluasi dengan menggunakan Doppler respon DJJ terhadap gerakan janin, bermanfaat dalam menentukan janin apakah janin dalam keadaan asfiksia
6. Mempertahankan volume sirkulasi yang adekuat untuk transpor oksigen. Hemoragi maternal memengaruhi tranpor oksigen uteroplasenta secara negatif, menimbulkan kemungkinan kehilangan kehamilan atau memburuknya status janin. Bila penyimpanan oksigen menetap, janin akan kehilangan tenaga untuk melakukan melanisme koping dan kemungkinan susunan saraf pusat rusak/janin, sehingga janin dapat meninggal.
7. pembedahan perlu dilakukan bila terjadi pelepasan plasenta yang berat atau bila perdarahan berlebihan, terjadi penyimpanan oksigen janin dan kelahiran melalui vagia tidak mungkin seperti pada kasus plasenta previa tota dimana pembedahan mungkin perlu diindikasikan untuk menyelamatkan hidup janin.
4
Ketakutan berhubungan dengan ancaman kematian pada diri sendiri dan janin
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan cemas teratasi dengan criteria hasil:
· Ibu mendiskusikan takut mengenai diri janin dan masa depan kehamilan, juga mengenai ketakutan yang sehat dan tidak sehat
1. Diskusikan tentang situasi dan pemahaman tentang situasi dengan ibu dan pasangan
2. Pantau respon verbal dan nonverbal ibu dan pasangan
3. Dengarkan masalah ibu dengan seksama
4. Berikan informasi dalam bentuk verbal dan tertulis serta beri kesempatan klien untuk mengajukan pertanyaan
5. Libatkan ibu dalam perencanaan dan berpartisipasi dalam perawatan sebanyak mungkin
6. Jelaskan prosedur dan arti gejala
1. Memberi informasi tentang reaksi individu terhadap apa yang terjadi
2. Menandai tingkat rasa takut yang sedang dialami ibu atau pasangan
3. meningkatkan rasa kontrol terhadap situasi dan memberikan kesempatan pada ibu untuk mengembangkan solusi sendiri
4. Pengetahuan akan membantu ibu untuk mengatasi apa yang sedang terjadi dengan lebih efektif. Informasi sebaiknya tertulis agar nantinya memungkinkan ibu untuk mengulang informasi akibat tingkat stress, ibu mungkin tidak dapat mengasimilasi informasi. Jawaban yang jujur dapat meningkatkan pemahaman dengan lebih baik serta menurunkan rasa takut.
5. menjadi mampu melakukan sesuatu untuk membantu mengontrol situasi sehingga dapat menurunkan rasa takut.
6. Pengetahuan dapat membantu menurunkan rasa takut dan meningkatkan rasa kontrol terhadap situasi.
5
Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan penahanan hasil konsepsi, tindakan invasif
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien tidak menunjukkan tidak tejadi infeksi dengan criteria hasil:
· Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
· Tanda vital dalam batas normal
1. Tinjau ulang kondisi faktor resiko yang ada sebelumnya
2. Kaji terhadap tanda dan gejala infeksi
( misalnya peningkatan suhu, nadi, jumlah sel darah putih, atau bau/ warna secret vagina
Kolaborasi
3. Lakukan persiapan kulit praoperatif, scrub sesuai protocol
4. Dapatkan kultur darah vagina dan plasenta sesuai indikasi
5. Catat Hb dan Ht catat perkiraan kehilangan darah selama prosedur pembedahan
6. Berikan antibiotik spectrum luas parenteral pada praoperasi.
1. kondisi dasar ibu; seperti DM dan hemoragi menimbulkan potensial resiko infeksi atau penyembuhan luka yang buruk. Adanya proses infeksi dapat meningkatkan resiko kontaminasi janin
2. Pecah ketuban terjadi 24 jam sebelum pembedahan dapat mengakibatkan korioamnionitis sebelum intervensi bedah dan dapat mengubah penyembuhan luka
3. Menurunkan resiko kontaminan kulit memasuki insisi, menurunkan resiko infeksi pasca operasi
4.Mengidentifikasi organisme yang menginfeksi dan tingkat keterlibatan.
5. Resiko infeksi pasca perdarahan serta penyembuhan lebih lama bila kadar Hb rendah dan kehilangan darah berlebihan.
6. Antibiotik profilaktik dapat dipesankan untuk mencegah terjadinya proses infeksi sebagai pengobatan pada infeksi yang teridentifikasi
:
































DAFTAR PUSTAKA


Barbara C. Long (1996), Perawatan Medikal Bedah: Suatu Pendekatan Proses Keperawatan, The C.V Mosby Company St. Louis, USA.

Barbara Engram (1998), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – Bedah Jilid II Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Donna D. Ignatavicius (1991), Medical Surgical Nursing: A Nursing Process Approach, WB. Sauders Company, Philadelphia.

Guyton & Hall (1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta

Marylin E. Doenges (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta.

Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad (1994), Obstetri Patologi, Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad, Bandung.

Hacker Moore (1999), Esensial Obstetri dan Ginekologi Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Hanifa Wikyasastro (1997), Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta.

Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta









DAFTAR PUSTAKA

Barbara C. Long (1996), Perawatan Medikal Bedah: Suatu Pendekatan Proses Keperawatan, The C.V Mosby Company St. Louis, USA.

Barbara Engram (1998), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – Bedah Jilid II Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Donna D. Ignatavicius (1991), Medical Surgical Nursing: A Nursing Process Approach, WB. Sauders Company, Philadelphia.

Guyton & Hall (1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta

Marylin E. Doenges (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta.

Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad (1994), Obstetri Patologi, Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad, Bandung.

Hacker Moore (1999), Esensial Obstetri dan Ginekologi Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Hanifa Wikyasastro (1997), Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta.

Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta










2.7.1        Pengkajian Data Fokus
Pada Ibu hamil dengan kasus abortus pada umumnya mengalami keluhan sebagai berikut:
a. Tidak enak badan.
b.  Badan panas, kadang- kadang panas disertai menggigil dan panas tinggi.
c.  Sakit kepala dan penglihatan terasa kabur.
d.  Keluar perdarahan dari alat kemaluan, kadang-kadang keluar flek-flek darah atau perdarahan terus-menerus.
e.  Keluhan nyeri pada perut bagian bawah, nyeri drasakan melilit menyebar sampai ke punggung dan pinggang.
f. Keluhan perut dirasa tegang, keras seperti papan, dan kaku.
g. Keluhan keluar gumpalan darah segar seperti kulit mati dan jarinagn hati dalam jumlah banyak.
h. Perasaan takut dan khawatir terhadap kondisi kehamilan.
i. Ibu merasa cemas dan gelisah sebelum mendapat kepastian penyakitnya.
j. Nadi cenderung meningkat, tekanan darah meningkat, respirasi meningkat dan suhu meningkat.
Pemeriksaan Penunjang:
a. Pada pemeriksaan dalam ditemukan terdapat pembukaan serviks atau pada kasus abortus imminens sering ditemukan serviks tertutup dan keluhan nyeri hebat pada pasien.
b. Porsio sering teraba melunak pada pemeriksaan dalam, terdapat jaringan ikut keluar pada pemeriksaan.
c. Pemeriksaan kadar hemoglobin cenderung menurun akibat perdarahan.
d. Pemeriksaan kadar HCG dalam urine untuk memastikan kehamilan masih berlangsung.
e.  Pemeriksaan auskultasi dengan funduskop dan doppler untuk memastikan kondisi janin.
f.   Pemeriksaan USG untuk memastikan kondisi janin.

2.7.2        Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b/d adanya kontraksi uterus, skunder terhadap pelepasan separasi plasenta.
2. Resiko deficit volume cairan b/d kehilangan berlebihan melalui rute normal dan atau abnormal (perdarahan).
3. Kelemahan b/d penurunan produksi energi metabolic, peningkatan kebutuhan energi (status hipermetabolik); kebutuhan psikologis/emosional berlebihan; perubahan kimia tubuh; perdarahan.
4. Resiko terjadi gawat janin intra uteri (hipoksia) b/d penurunan suplay O2 dan nutrisi ke jaringan plasenta skunder terhadap perdarahan akibat pelepasan separasi plasenta.
5. Ketakutan/ansietas b/d krisis situasi (perdarahan); ancaman/perubahan pada status kesehatan, fungsi peran, pola interaksi; ancaman kematian; perpisahan dari keluarga (hospitalisasi, pengobatan), transmisi/penularan perasaan interpersonal.
6. Defisit knowledge / Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang pemajanan/mengingat; kesalahan interpretasi informasi, mitos; tidak mengenal sumber informasi; keterbatasan kognitif.
7. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan skunder akibat perdarahan; prosedur invasif.


















DAFTAR PUSTAKA

Barbara C. Long (1996), Perawatan Medikal Bedah: Suatu Pendekatan Proses Keperawatan, The C.V Mosby Company St. Louis, USA.

Barbara Engram (1998), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – Bedah Jilid II Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Donna D. Ignatavicius (1991), Medical Surgical Nursing: A Nursing Process Approach, WB. Sauders Company, Philadelphia.

Guyton & Hall (1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta

Marylin E. Doenges (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta.

Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad (1994), Obstetri Patologi, Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad, Bandung.

Hacker Moore (1999), Esensial Obstetri dan Ginekologi Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Hanifa Wikyasastro (1997), Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta.

Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Hanifa Wikyasastro (1997), Ilmu Kandungan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta.







Askep Abortus
IKLAN1
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ABORTUS

Pengertian
Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas. Dimana masa gestasi belum mencapai usia 22 minggu dan beratnya kurang dari 500gr (Derek liewollyn&Jones, 2002).

Terdapat beberapa macam kelainan dalam kehamilan dalam hal ini adalah abortus yaitu abortus spontan, abortus buatan, dan terapeutik. Abortus spontan terjadi karena kualitas sel telur dan sel sperma yang kurang baik untuk berkembang menjadi sebuah janin. Abortus buatan merupakan pengakhiran kehamilan dengan disengaja sebelum usia kandungan 28 minggu.Pengguguran kandungan buatan karena indikasi medik disebut abortus terapeutik (Prawirohardjo, S, 2002). Menariknya pembahasan tentang abortus dikarenakan pemahaman di kalangan masyarakat masih merupakan suatu tindakan yang masih dipandang sebelah mata. Oleh karena itu, pandangan yang ada di dalam masyarakat tidak boleh sama dengan pandangan yang dimiliki oleh tenaga kesehatan, dalam hal ini adalah perawat setelah membaca pokok bahasan ini.
Angka kejadian abortus diperkirakan frekuensi dari abortus spontan berkisar 10-15%. Frekuensi ini dapat mencapai angka 50% jika diperhitungkan banyak wanita mengalami kehamilan dengan usia sangat dini, terlambatnya menarche selama beberapa hari, sehingga seorang wanita tidak mengetahui kehamilannya. Di Indonesia, diperkirakan ada 5 juta kehamilan per-tahun, dengan demikian setiap tahun terdapat 500.000-750.000 janin yang mengalami abortus spontan.
Abortus terjadi pada usisa kehamilan kurang dari 8 minggu, janin dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan 8–14 minggu villi koriales menembus desidua secara mendalam, plasenta tidak dilepaskan sempurna sehingga banyak perdarahan. Pada kehamilan diatas 14 minggu, setelah ketubah pecah janin yang telah mati akan dikeluarkan dalam bentuk kantong amnion kosong dan kemudian plasenta (Prawirohardjo, S, 2002).

Peran perawat dalam penanganan abortus dan mencegah terjadinya abortus adalah dengan memberikan asuhan keperawatan yang tepat. Asuhan keperawatan yang tepat untuk klien harus dilakukan untuk meminimalisir terjadinya komplikasi serius yang dapat terjadi seiring dengan kejadian abortus.
Klasifikasi
1. Abortus spontanea (abortus yang berlangsung tanpa tindakan)
Yaitu:
• Abortus imminens : Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.
• Abortus insipiens : Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.
• Abortus inkompletus : Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
• Abortus kompletus : Semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan.

2. Abortus provokatus (abortus yang sengaja dibuat)
Yaitu:
• Menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu. Pada umumnya dianggap bayi belum dapat hidup diluar kandungan apabila kehamilan belum mencapai umur 28 minggu, atau berat badanbayi belum 1000 gram, walaupun terdapat kasus bahwa bayi dibawah 1000 gram dapat terus hidup.

Etiologi
Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab yaitu :
1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, biasanya menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini adalah :
a. Kelainan kromosom, terutama trimosoma dan monosoma X
b. Lingkungan sekitar tempat impaltasi kurang sempurna
c. Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan temabakau dan alcohol
2. Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi menahun
3. Faktor maternal seperti pneumonia, typus, anemia berat, keracunan dan toksoplasmosis.
4. Kelainan traktus genetalia, seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada trimester kedua), retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan bawaan uterus.

Penyebab dari segi Maternal
Penyebab secara umum:
• Infeksi akut
1. virus, misalnya cacar, rubella, hepatitis.
2. Infeksi bakteri, misalnya streptokokus.
3. Parasit, misalnya malaria.
• Infeksi kronis
1. Sifilis, biasanya menyebabkan abortus pada trimester kedua.
2. Tuberkulosis paru aktif.
3. Keracunan, misalnya keracunan tembaga, timah, air raksa, dll.
4. Penyakit kronis, misalnya :
1. hipertensi
2. nephritis
3. diabetes
4. anemia berat
5. penyakit jantung
6. toxemia gravidarum
5. Gangguan fisiologis, misalnya Syok, ketakutan, dll.
6. Trauma fisik.
• Penyebab yang bersifat lokal:
1. Fibroid, inkompetensia serviks.
2. Radang pelvis kronis, endometrtis.
3. Retroversi kronis.
4. Hubungan seksual yang berlebihan sewaktu hamil, sehingga menyebabkan hiperemia dan abortus

Penyebab dari segi Janin
• Kematian janin akibat kelainan bawaan.
• Mola hidatidosa.
• Penyakit plasenta dan desidua, misalnya inflamasi dan degenerasi.

Patofisiologi
Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan nerkrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus desidua secara dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan terlebih dahulu daripada plasenta hasil konsepsi keluar dalam bentuk seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blightes ovum),janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus.

Manifestasi Klinis
1. Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu
2. Pada pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak lemah kesadaran menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat
3. Perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya jaringan hasil konsepsi
4. Rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri pingang akibat kontraksi uterus
5. Pemeriksaan ginekologi :
a. Inspeksi Vulva : perdarahan pervaginam ada atau tidak jaringan hasil konsepsi, tercium bau busuk dari vulva
b. Inspekulo : perdarahan dari cavum uteri, osteum uteri terbuka atau sudah tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.
c. Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, cavum douglas tidak menonjol dan tidak nyeri.

Komplikasi
1. Perdarahan, perforasi, syok dan infeksi
2. Pada missed abortion dengan retensi lama hasil konsepsi dapat terjadi kelainan pembekuan darah

Pemeriksaan Penunjang
1. Tes Kehamilan
Positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah abortus
2. Pemeriksaaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
3. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion

Diagnosa Banding
Kehamilan etopik terganggu, mola hidatidosa, kemamilan dengan kelainan serviks. Abortion imiteins perlu dibedakan dengan perdarahan implantasi yang biasanya sedikit, berwarna merah, cepat terhenti, dan tidak disertai mules-mules.

Penatalaksanaan
Abortus dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu :
 Abortus spontaneus
v
Yaitu abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis atau medisinalis, tetapi karena faktor alamiah. Aspek klinis abortus spontaneus meliputi :
1. Abortus Imminens
Abortus Imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks. Diagnosis abortus imminens ditentukan apabila terjadi perdarahan pervaginam pada paruh pertama kehamilan. Yang pertama kali muncul biasanya adalah perdarahan, dari beberapa jam sampai beberapa hari kemudian terjadi nyeri kram perut. Nyeri abortus mungkin terasa di anterior dan jelas bersifat ritmis, nyeri dapat berupa nyeri punggung bawah yang menetap disertai perasaan tertekan di panggul, atau rasa tidak nyaman atau nyeri tumpul di garis tengah suprapubis. Kadang-kadang terjadi perdarahan ringan selama beberapa minggu. Dalam hal ini perlu diputuskan apakah kehamilan dapat dilanjutkan.
Sonografi vagina,pemeriksaan kuantitatif serial kadar gonadotropin korionik (hCG) serum, dan kadar progesteron serum, yang diperiksa tersendiri atau dalam berbagai kombinasi, untuk memastikan apakah terdapat janin hidup intrauterus. Dapat juga digunakan tekhnik pencitraan colour and pulsed Doppler flow per vaginam dalam mengidentifikasi gestasi intrauterus hidup. Setelah konseptus meninggal, uterus harus dikosongkan. Semua jaringan yang keluar harus diperiksa untuk menentukan apakah abortusnya telah lengkap. Kecuali apabila janin dan plasenta dapat didentifikasi secara pasti, mungkin diperlukan kuretase. Ulhasonografi abdomen atau probe vagina Dapat membantu dalam proses pengambilan keputusan ini. Apabila di dalam rongga uterus terdapat jaringan dalam jumlah signifikan, maka dianjurkan dilakukan kuretase.

Penanganan abortus imminens meliputi :
ü Istirahat baring. Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanik.
 Terapi hormon progesteron
ü intramuskular atau dengan berbagai zat progestasional sintetik peroral atau secara intramuskular.Walaupun bukti efektivitasnya tidak diketahui secara pasti.
 Pemeriksaan ultrasonografi untuk menentukan apaka}r janin masih hidup.
ü

2. Abortus Insipiens
Abortus Insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih sering dan kual perdarahan bertambah. Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum atau dengan cunam ovum, disusul dengan kerokan.

Penanganan Abortus Insipiens meliputi :
1) Jika usia kehamilan kurang 16 minggu, lakukan evaluasi uterus dengan aspirasi vakum manual. Jika evaluasi tidak dapat, segera lakukan:
 Berikan
ü ergomefiin 0,2 mg intramuskuler (dapat diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang sesudah 4 jam bila perlu).
 Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus.
ü
2) Jika usia kehamilan lebih 16 minggu :
 Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi lalu evaluasi sisa-sisa hasil konsepsi.
ü
ü Jika perlu, lakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik atau larutan ringer laktat dengan kecepatan 40 tetes permenit untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi.
3) Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan

3. Abortus lnkompletus
Abortus Inkompletus adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Apabila plasenta (seluruhnya atau sebagian) tertahan di uterus, cepat atau lambat akan terjadi perdarahan yang merupakan tanda utama abortus inkompletus. Pada abortus yang lebih lanjut, perdarahan kadang-kadang sedemikian masif sehingga menyebabkan hipovolemia berat.
Penanganan abortus inkomplit :
1) Jika perdarahant idak seberapab anyak dan kehamilan kurang 16 minggu, evaluasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg intramuskulera taum iso prostol4 00 mcg per oral.
2) Jika perdarahanb anyak atau terus berlangsungd an usia kehamilan kurang 16 minggu, evaluasi hasil konsepsi dengan :
ü Aspirasi vakum manual merupakan metode evaluasi yang terpilih. Evakuasi dengan kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak tersedia.
 Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera beri
ü ergometrin 0,2 mg intramuskuler (diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcg peroral (dapat diulang setelah 4 jam bila perlu).
3) Jika kehamilan lebih dari 16 minggu:
 Berikan infus
ü oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik atau ringer laktat) dengan k ecepatan 40 tetes permenit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi
 Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg per vaginam setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg)
ü
 Evaluasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.
ü
4) Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.

4. Abortus Kompletus
Pada abortus kompletus semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan. Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil. Diagnosis dapat dipermudah apabila hasil konsepsi dapat diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa semuanya sudah keluar dengan lengkap.
Penderita dengan abortus kompletus tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya apabila penderita anemia perlu diberikan tablet sulfas ferrosus 600 mg perhari atau jika anemia berat maka perlu diberikan transfusi darah.

5. Abortus Servikalis
Pada abortus servikalis keluarnya hasil konsepsi dari uterus dihalangi oleh ostium uteri eksternum yang tidak membuka, sehingga semuanya terkumpul dalam kanalis servikalis dan serviks uteri menjadi besar, kurang lebih bundar, dengan dinding menipis. Padap emeriksaand itemukan serviks membesar dan di atas ostium uteri eksternum teraba jaringan. Terapi terdiri atas dilatasi serviks dengan busi Hegar dan kerokan untuk mengeluarkan hasil konsepsi dari kanalis servikalis.

6. Missed Abortion
Missed abortion adalah kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin yang telah mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih. Etiologi missed abortion tidak diketahui, tetapi diduga pengaruh hormone progesterone. Pemakaian Hormone progesterone pada abortus imminens mungkin juga dapat menyebabkan missed abortion.
Diagnosis
Missed abortion biasanya didahului oleh tanda-tanda abortus imminens yang kemudian menghilang secara spontan atau setelah pengobatan. Gejala subyektif kehamilan menghilang, mamma agak mengendor lagi, uterus tidak membesar lagi malah mengecil, tes kehamilan menjadi negatif. Dengan ultrasonografi dapat ditentukan segera apakah janin sudah mati dan besamya sesuai dengan usia kehamilan. Perlu diketahui pula bahwa missed abortion kadang-kadang disertai oleh gangguan pembekuan darah karena hipofibrinogenemia, sehingga pemeriksaan ke arah ini perlu dilakukan.
Penanganan
Setelah diagnosis missed abortion dibuat, timbul pertanyaan apakah hasil konsepsi perlu segera dikeluarkan. Tindakan pengeluaran itu tergantung dari berbagai faktor, seperti apakah kadar fibrinogen dalam darah sudatr mulai turun. Hipofibrinogenemia dapat terjadi apabila janin yang mati lebih dari I bulan tidak dikeluarkan. Selain itu faktor mental penderita perlu diperhatikan karena tidak jarang wanita yang bersangkutan merasa gelisah, mengetahui ia mengandung janin yang telah mati, dan ingin supaya janin secepatnya dikeluarkan.

7. Abortus Habitualis
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut turut. Pada umumnya penderita tidak sukar menjadi hamil, tetapi kehamilannya berakhir sebelum 28 minggu.

KONSEP ASUHAN KEPERWATAN
Proses keperawatan adalah metode kerja dalam pemberian pelayanan keperawatan untuk menganalisa masalah pasien secara sistematis, menentukan cara pemecahannya, melakukan tindakan dan mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilaksanakan.
Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencanakan danmelaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien untuk mencapai dan memelihara kesehatannya seoptimal mungkin. Tindakan keperawatan tersebut dilaksanakan secara berurutan, terus menerus, saling berkaitan dan dinamis.

Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien.
Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :
Ø Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat
 Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam berulang
Ø

 Riwayat kesehatan , yang terdiri atas :
Ø
1) Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
2) Riwayat kesehatan masa lalu
Ø Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.
 Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji
Ø adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM , jantung , hipertensi , masalah ginekologi/urinary , penyakit endokrin , dan penyakit-penyakit lainnya.
 Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat
Ø dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
 Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe,
Ø siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya
 Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas
Ø : Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
 Riwayat seksual : Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluahn yang menyertainya.
Ø
 Riwayat pemakaian obat : Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya.
Ø
Ø Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.

Pemeriksaan fisik, meliputi :
Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidung.

Hal yang diinspeksi antara lain :
mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya

Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari.
ü Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus.
 Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor.
ü
 Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnormal
ü

Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau jaringan yang ada dibawahnya.
 Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi.
ü
ü Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak

Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar. Mendengar : mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin.
(Johnson & Taylor, 2005 : 39)

Pemeriksaan laboratorium :
 Darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG, biopsi, pap smear.
ü
ü Keluarga berencana : Kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB, apakah klien setuju, apakah klien menggunakan kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis apa.

Data lain-lain :
 Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan selama dirawat di RS.Data psikososial.
ü
ü Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola komunikasi dalam keluarga, hal yang menjadi beban pikiran klien dan mekanisme koping yang digunakan.
 Status sosio-ekonomi : Kaji masalah finansial klien
ü
 Data spiritual : Kaji tentang keyakinan klien terhadap Tuhan YME, dan kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan.
ü

Diagnosa Keperwatan
1. Devisit Volume Cairan s.d perdarahan
2. Gangguan Aktivitas s.d kelemahan, penurunan sirkulasi
3. Gangguan rasa nyaman: Nyeri s.d kerusakan jaringan intrauteri
4. Resiko tinggi Infeksi s.d perdarahan, kondisi vulva lembab
5. Cemas s.d kurang pengetahuan

Intervensi Keperwatan
1. Devisit Volume Cairan s.d Perdarahan
Tujuan :
Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake dan output baik jumlah maupun kualitas.
Intervensi :
1) Kaji kondisi status hemodinamika
Rasional : Pengeluaran cairan pervaginal sebagai akibat abortus memiliki karekteristik bervariasi
2) Ukur pengeluaran harian
Rasional : Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian ditambah dengan jumlah cairan yang hilang pervaginal
3) Berikan sejumlah cairan pengganti harian
Rasional : Tranfusi mungkin diperlukan pada kondisi perdarahan massif
4) Evaluasi status hemodinamika
Rasional : Penilaian dapat dilakukan secara harian melalui pemeriksaan fisik

2. Gangguan Aktivitas s.d kelemahan, penurunan sirkulasi
Tujuan :
Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi
Intervensi :
1) Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas
Rasional : Mungkin klien tidak mengalami perubahan berarti, tetapi perdarahan masif perlu diwaspadai untuk menccegah kondisi klien lebih buruk
2) Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi uterus/kandungan
Rasional : Aktivitas merangsang peningkatan vaskularisasi dan pulsasi organ reproduksi
3) Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari
Rasional : Mengistiratkan klilen secara optimal
4) Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan/kondisi klien
Rasional : Mengoptimalkan kondisi klien, pada abortus imminens, istirahat mutlak sangat diperlukan
5) Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas
Rsional : Menilai kondisi umum klien

3. Gangguan rasa nyaman : Nyeri s.d Kerusakan jaringan intrauteri
Tujuan :
Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami
Intervensi :
1) Kaji kondisi nyeri yang dialami klien
Rasional : Pengukuran nilai ambang nyeri dapat dilakukan dengan skala maupun dsekripsi.
2) Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya
Rasional : Meningkatkan koping klien dalam melakukan guidance mengatasi nyeri
3) Kolaborasi pemberian analgetika
Rasional : Mengurangi onset terjadinya nyeri dapat dilakukan dengan pemberian analgetika oral maupun sistemik dalam spectrum luas/spesifik

4. Resiko tinggi Infeksi s.d perdarahan, kondisi vulva lembab
Tujuan :
Tidak terjadi infeksi selama perawatan perdarahan
Intervensi :
1) Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar ; jumlah, warna, dan bau
Rasional : Perubahan yang terjadi pada dishart dikaji setiap saat dischart keluar. Adanya warna yang lebih gelap disertai bau tidak enak mungkin merupakan tanda infeksi
2) Terangkan pada klien pentingnya perawatan vulva selama masa perdarahan
Rasional : Infeksi dapat timbul akibat kurangnya kebersihan genital yang lebih luar
3) Lakukan pemeriksaan biakan pada dischart
Rasional : Berbagai kuman dapat teridentifikasi melalui dischart
4) Lakukan perawatan vulva
Rasional : Inkubasi kuman pada area genital yang relatif cepat dapat menyebabkan infeksi.
5) Terangkan pada klien cara mengidentifikasi tanda inveksi
Rasional : Berbagai manivestasi klinik dapat menjadi tanda nonspesifik infeksi; demam dan peningkatan rasa nyeri mungkin merupakan gejala infeksi
6) Anjurkan pada suami untuk tidak melakukan hubungan senggama se;ama masa perdarahan
Rasional : Pengertian pada keluarga sangat penting artinya untuk kebaikan ibu; senggama dalam kondisi perdarahan dapat memperburuk kondisi system reproduksi ibu dan sekaligus meningkatkan resiko infeksi pada pasangan.

5. Cemas s.d kurang pengetahuan
Tujuan :
Tidak terjadi kecemasan, pengetahuan klien dan keluarga terhadap penyakit meningkat

Intervensi :
1) Kaji tingkat pengetahuan/persepsi klien dan keluarga terhadap penyakit
Rasional : Ketidaktahuan dapat menjadi dasar peningkatan rasa cemas
2) Kaji derajat kecemasan yang dialami klien
Rasional : Kecemasan yang tinggi dapat menyebabkan penurunan penialaian objektif klien tentang penyakit
3) Bantu klien mengidentifikasi penyebab kecemasan
Rasional : Pelibatan klien secara aktif dalam tindakan keperawatan merupakan support yang mungkin berguna bagi klien dan meningkatkan kesadaran diri klien
4) Asistensi klien menentukan tujuan perawatan bersama
Rasional : Peningkatan nilai objektif terhadap masalah berkontibusi menurunkan kecemasan
5) Terangkan hal-hal seputar aborsi yang perlu diketahui oleh klien dan keluarga
Rasional : Konseling bagi klien sangat diperlukan bagi klien untuk meningkatkan pengetahuan dan membangun support system keluarga; untuk mengurangi kecemasan klien dan keluarga.


DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda, (2001), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta
Hamilton, C. Mary, 1995, Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6, EGC, Jakarta
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius.
Jakarta
IKLAN3







ASKEP ABORTUS
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas. Dimana masa gestasi belum mencapai usia 22 minggu dan beratnya kurang dari 500 gr am (Derek Liewollyn&Jones: 2002).
Hal serupa dikemukakan Murray, 2002 bahwa abortus adalah berakhirnya kehamilan dengan pengeluaan hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan dengan usia gestasi kurang dari 20 minggu dan berat janin kurang dari 500 gram.
2. Epidemiologi
Data dari beberapa Negara memperkirakan bahwa antara 10 %dan 15% yang terdiagnosis secara klinis berakhir dengan abortus. Abortus lebih sering terjadi pada wanita berusia diatas 30 tahun dan meningkat pada usia 35 tahun. Frekuensi meningkat bersamaan dengan meningkatnya angka graviditas: 6% kehamilan pertama atau kedua berakhir dengan abortus; angka ini menjadi 16% pada kehamilan ketiga dan seterusnya. Di Indonesia, diperkirakan ada 5 juta kehamilan per-tahun, dengan demikian setiap tahun terdapat 500.000-750.000 janin yang mengalami abortus spontan (Derek Liewollyn&Jones, 2002).
3. Etiologi
Abortus dapat terjadi karena beberapa etiologi yaitu :
A. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, biasanya menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini adalah:
a.Kelainan kromosom, terutama trimosoma dan monosoma X
b.Lingkungan sekitar tempat imp
lantasi kurang sempurna
c.Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan temabakau dan alcohol
B. Gangguan sirkulasi plasenta
Dijumpai pada ibu yang menderita penyakit nefrisis, hipertensi, toksemia gravidarum, anomaly plasenta.
C. Faktor maternal seperti pneumonia, typus, anemia berat, keracunan dan toksoplasmosis.
D. Kelainan traktus genetalia, seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada trimester kedua), retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan bawaan uterus.
4. Patofisiologi                                                                             
Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan nerkrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus desidua secara dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan terlebih dahulu daripada plasenta hasil konsepsi keluar dalam bentuk seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blightes ovum),janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus.
5. Klasifikasi
A. Spontan (terjadi dengan sendiri, keguguran) merupakan ± 20% dari semua abortus.
Abortus spontan terdiri dari 7 macam, diantaranya :
a) Abortus imminens : Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.
b) Abortus insipiens : Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.
c) Abortus inkompletus : Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
d) Abortus kompletus : Semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan.
e) Abortus servikalis : keluarnya hasil konsepsi dari uterus dihalangi oleh ostium uterus eksternum yang tidak membuka, sehingga semuanya terkumpul dalam kanalis serviks uterus menjadi besar, kurang lebih bundar dengan dinding menipis
f) Missed Abortion : kematian janin sebelum usia 20 minggu, tetapi janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih.
g) Abortus habitualis : abortus yang berulang dengan frekuaensi lebih dari 3 kali
B. Abortus provokatus (abortus yang sengaja dibuat) : Menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu. Pada umumnya dianggap bayi belum dapat hidup diluar kandungan apabila kehamilan belum mencapai umur 28 minggu, atau berat badan bayi belum 1000 gram, walaupun terdapat kasus bahwa bayi dibawah 1000 gram dapat terus hidup.
Abortus provocatus terdiri dari 2 macam, diantaranya :
a) Abortus provocatus artificialis atau abortus therapeutics: Pengguguran kehamilan dengan alat – alat dengan alasan bahwa kehamilan membahayakan membawa maut bagi ibu, misal ibu berpenyakit berat. Indikasi pada ibu dengan penyakit jantung (rheuma), hypertensi essensialis, carcinoma cerviks.
b) Abortus provocatus criminalis : pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah dan dilarang oleh hukum.
6. Tanda dan Gejala
Secara umum tanda dan gejala abortus sebagai berikut :
a) Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu
b) Keadaan umum tampak lemah kesadaran menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat
c) Perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya jaringan hasil konsepsi
d) Rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri pingang akibat kontraksi uterus
7. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi Vulva : perdarahan pervaginam ada atau tidak jaringan hasil konsepsi, tercium bau busuk dari vulva
b.Inspekulo : perdarahan dari cavum uteri, osteum uteri terbuka atau sudah tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.
c. Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, cavum douglas tidak menonjol dan tidak nyeri.
8. Pemeriksaan Penunjang
a) Tes Kehamilan
Positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah abortus
b) Pemeriksaaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
c) Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion
Diagnosa Banding
Kehamilan etopik terganggu, mola hidatidosa, kemamilan dengan kelainan serviks. Abortion imiteins perlu dibedakan dengan perdarahan implantasi yang biasanya sedikit, berwarna merah, cepat terhenti, dan tidak disertai rasa mulas.
d) Pemeriksaan kadar hemoglobin cenderung menurun akibat perdarahan.
e) Pemeriksaan kadar HCG dalam urine untuk memastikan kehamilan masih berlangsung.
f) Pemeriksaan auskultasi dengan funduskop dan doppler untuk memastikan kondisi janin.
9. Penatalaksanaan
o Abortus Imminens
Penanganan abortus imminens meliputi :
§ Istirahat baring. Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanik.
§ Terapi hormon progesteron intramuskular atau dengan berbagai zat progestasional sintetik peroral atau secara intramuskular.Walaupun bukti efektivitasnya tidak diketahui secara pasti.
§ Pemeriksaan ultrasonografi untuk menentukan apakah janin masih hidup.
o Abortus Insipiens
Penanganan Abortus Insipiens meliputi :
a) Jika usia kehamilan kurang 16 minggu, lakukan evaluasi uterus dengan aspirasi vakum manual. Jika evaluasi tidak dapat, segera lakukan:
§ Berikan ergomefiin 0,2 mg intramuskuler (dapat diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang sesudah 4 jam bila perlu).
§ Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus.
b) Jika usia kehamilan lebih 16 minggu :
§ Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi lalu evaluasi sisa-sisa hasil konsepsi.
§ Jika perlu, lakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik atau larutan ringer laktat dengan kecepatan 40 tetes permenit untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi.
c) Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan
o Abortus lnkompletus
Penanganan abortus inkomplit :
a) Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang 16 minggu, evaluasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg intramuskulera taum iso prostol4 00 mcg per oral.
b) Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang 16 minggu, evaluasi hasil konsepsi dengan :
§ Aspirasi vakum manual merupakan metode evaluasi yang terpilih. Evakuasi dengan kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak tersedia.
§ Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera beri ergometrin 0,2 mg intramuskuler (diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcg peroral (dapat diulang setelah 4 jam bila perlu).
c) Jika kehamilan lebih dari 16 minggu:
§ Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik atau ringer laktat) dengan k ecepatan 40 tetes permenit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi
§ Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg per vaginam setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg)
§ Evaluasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.
d) Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.
o Abortus Kompletus
Penderita dengan abortus kompletus tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya apabila penderita anemia perlu diberikan tablet sulfas ferrosus 600 mg perhari atau jika anemia berat maka perlu diberikan transfusi darah.
o Abortus Servikalis
Terapi terdiri atas dilatasi serviks dengan busi Hegar dan kerokan untuk mengeluarkan hasil konsepsi dari kanalis servikalis.
o Missed Abortion
Setelah diagnosis missed abortion dibuat, timbul pertanyaan apakah hasil konsepsi perlu segera dikeluarkan. Tindakan pengeluaran itu tergantung dari berbagai faktor, seperti apakah kadar fibrinogen dalam darah sudatr mulai turun. Hipofibrinogenemia dapat terjadi apabila janin yang mati lebih dari I bulan tidak dikeluarkan. Selain itu faktor mental penderita perlu diperhatikan karena tidak jarang wanita yang bersangkutan merasa gelisah, mengetahui ia mengandung janin yang telah mati, dan ingin supaya janin secepatnya dikeluarkan.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pada Ibu hamil dengan kasus abortus pada umumnya mengalami keluhan sebagai berikut:
a) Tidak enak badan.
b) Nadi cenderung meningkat, tekanan darah meningkat, respirasi meningkat dan suhu meningkat.
c) Sakit kepala dan penglihatan terasa kabur.
d) Keluar perdarahan dari alat kemaluan, kadang-kadang keluar flek-flek darah atau perdarahan terus-menerus.
Jika selama kehamilan ditemukan perdarahan, identifikasi :
· Lama kehamilan
· Kapan terjadinya perdarahan, berapa lama, banyaknya, dan aktivitas yang mempengaruhi
· Karakterstik darah; merah terang, kecoklatan, adanya gumpalan darah, dan lendir
· Sifat dan lokasi ketidaknyamanan seperti kejang, nyeri tumpul atau tajam, mulas serta pusing
e) Gejala-gejala hipovolemia seperti sinkop
f) Perasaan takut dan khawatir terhadap kondisi kehamilan.
g) Nadi cenderung meningkat, tekanan darah meningkat, respirasi meningkat dan suhu meningkat.
2. Diagnosa
Kemungkinan diagnosis keperawatan yang muncul adalah sebagai berikut;
a. Nyeri berhubungan dengan dilatasi servik, trauma jaringan dan kontraksi uterus
b. Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan vascular dalam jumlah berlebih
c. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia
d. Ketakutan berhubungan dengan ancaman kematian pada diri sendiri dan janin
e. Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan penahanan hasil konsepsi
3. Intervensi
No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Rasional
1
Nyeri berhubungan dengan dilatasi servik, trauma jaringan dan kontraksi uterus
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien dapat bertoleransi terhadap nyeri yang dialami dengan criteria hasil;
· Ibu dapat mendemonstrasikan teknik relaksasi
· Tanda-tanda vital dalam batas normal
· Ibu tidak meringis
1. Tentukan sifat, lokasi, dan durasi nyeri. Kaji kontraksi uterus hemoragi atau nyeri tekan abdomen
2. Kaji stress psikologis ibu /pasangan dan respon emosiol terhadap kejadian
3. Berikan lingkungan yang tenang dan aktivitas untuk menurunkan rasa nyeri. Instruksikan untuk menggunakan metode relaksasi, misalnya; nafas dalam, visualisasi distraksi, dan jelaskan prosedur.
Kolaborasi
4. Berikan narkotik atau sedatif berikut obat-obat praoperatif bila prosedur pembedahan diindikasikan
5. Siapkan untuk prosedur bedah bila terdapat indikasi
1. Membantu dalam mendiagnosis dan menentukan tindakan yang akan dilakukan. ketidaknyamanan dihubungkan dengan aborsi spontan dan molahidatidosa karena kontraksi uterus yang mungkin diperberat oleh infus oksitosin.
2. Ansietas sebagai respon terhadap situasi darurat dapat memperberat ketidaknyamanan karena sindrom ketegangan, ketakutan, dan nyeri
3. Dapat membantu dalam menurunkan tingkat ansietas dan karenanya mereduksi ketidaknyamanan
4. Meningkatkan kenyamanan, menurunkan resiko komplikasi pembedahan
5. Tindakan terhadap penyimpangan dasar akan menghilangkan nyeri.
2
Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan vascular dalam jumlah berlebih
Setelah diberikan asuhan keperwawatan diharapkan pasien dapat mendemonstrasikan kestabilan/ perbaikan keseimbangan cairan dengan criteria hasil:
· Tanda-tanda vital stabil
· pengisian kafilari refil <2>
· pengeluaran dan berat jenis urine adekuat secara individual
1. Evaluasi, laporkan,serta catat jumlah dan sifat kehilangan darah, lakukan perhitungan pembalut, kemudian timbang pembalut
2. Lakukan tirah baring, instruksikan untuk menghindari valsava manuver dan koitus
3. Posisikan dengan tepat, terlentang dengan panggul ditinggikanatau posisi semi fowler
4. Catat tanda-tanda vital, pengisian kapiler pada dasar kuku, warna membran mukosa atau kulit dan suhu. Ukur tekanan vena sentral bila ada
5. Pantau aktivitas uterus, status janin dan adanya nyeri tekan pada abdomen
6. Pantau masukan/keluaran cairan. Dapatkan sample urine setiap jam, ukur berat jenis
7. Simpan jaringan atau hasil konsepsi yang keluar
Kolaborasi:
8. Dapatkan pemeriksaan darah cepat; HDL jenis dan pencorakan silang, titer Rh, Kadar fibrinogen, hitung trombosit, APTT dan kadar LCC
9. Pasang Kateter
10. Berikan larutan intravena, ekspander plasma, darah lengkap atau sel-sel kemasan sesuai indikasi
1. Perkiraan kehilangan darah membantu membedakan diagnosis. Setiap gram peningkatan berat pembalut sama dengan kehilangan kira-kira 1 ml darah
2. perdarahan dapat berhenti dengan reduksi aktivitas. Peningkatan tekanan abdomen atau orgasme dapat merangsang perdarahan
3. Menjamin keadekuatan darah yang tersedia untuk otak, peninggian panggul menghindari kompresi vena kaya. Posisi semifowler memungkinkan janin bertindak sebagai tampon
4. Membantu menentukan beratnya kehilangan darah meskipun sianosis dan perubahan pada tekanan darah dan nadi adalah tanda-tanda lanjut dari kehilangan volume sirkulasi
5. Membantu menentukan sifat hemoragi dan kemungkinan akibat dari peristiwa hemoragi
6.Menentukan luasnya kehilangan cairan dan menunjukkan perfusi ginjal
7. Dokter perlu mengevaluasi kemungkinan retensi jaringan, pemeriksaan hstologi mungkin diperlukan.
8. Menentukan jumlah darah yang hilang dan dapat memberikan informasi mengenai penyebab harus dipertahankan di atas 30% untuk mendukung transpor oksigen dan nutrien
9. Haluaran kuarang dari 30ml/jam menandakan penurunan perfusi ginjal dan kemungkinan terjadinya nekrosis tubuler. Keluaran yang tepat ditentukan oleh derajat defisit individual dan kecepatan penggantian
10. meningkatkan volume darah sirkulasi dan mengatasi gejala syok.
3
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia
Setelah diberikan asuhan keperawatan pasien dapat menunjukkan perubahan perfusi jaringan kembali normal dengan criteria hasil:
· Tanda vital dalam batas normal
· Hb dalam batas normal
1. Perhatikan status fisiologi ibu, staus sirkulasi dan volume darah
2. Auskultasi dan laporkan DJJ. Catat bradikardi atau takikardi. Catat perubahan pada aktivitas janin
3. Catat kehilangan darah ibu karena adanya kontraksi uteus
4. Anjurkan tirah baring pada posisi miring
Kolaborasi;
5.Berikan suplemen oksigen pada ibu. Lakukan sesuai indikasi
6. Ganti kejilangan darah ibu
7. Siapkan ibu untuk intervensi bedah dengan tepat
1. Kejadian perdarahan berisiko merusak hasil kehamilan. Kemungkinan menyebabkan hipovolemia atau hipoksia uteroplasenta
2. Mengkaji berlanjutnya hioksia janin, pada awalnya janin berespon pada penurunan kadar oksigen dengan takikardi dan peningkatan gerakan. Bila tetap defisit, bradikardi dan penurunan aktivitas terjadi
3. Bila kontraksi uterus disertai dilatasi serviks, tirah baring dan medikasi mungkin tidak efektif dalam mempertahankan kehamilan. Kehilangan darah ibu secara berlebihan menurunkan perfusi plasenta
4. meningkatkan ketersediaan oksigen untuk janin. Janin mempunyai beberapa kepastian perlengkapan untuk mengatasi hipoksia, dimana disosiasi Hb janin lebih cepat daripada Hb dewasa dan jumlah eritrosit janin lebih besar dari dewasa, sehingga kapasitas oksigen yang dibawa janin meningkat.
5. Mengevaluasi dengan menggunakan Doppler respon DJJ terhadap gerakan janin, bermanfaat dalam menentukan janin apakah janin dalam keadaan asfiksia
6. Mempertahankan volume sirkulasi yang adekuat untuk transpor oksigen. Hemoragi maternal memengaruhi tranpor oksigen uteroplasenta secara negatif, menimbulkan kemungkinan kehilangan kehamilan atau memburuknya status janin. Bila penyimpanan oksigen menetap, janin akan kehilangan tenaga untuk melakukan melanisme koping dan kemungkinan susunan saraf pusat rusak/janin, sehingga janin dapat meninggal.
7. pembedahan perlu dilakukan bila terjadi pelepasan plasenta yang berat atau bila perdarahan berlebihan, terjadi penyimpanan oksigen janin dan kelahiran melalui vagia tidak mungkin seperti pada kasus plasenta previa tota dimana pembedahan mungkin perlu diindikasikan untuk menyelamatkan hidup janin.
4
Ketakutan berhubungan dengan ancaman kematian pada diri sendiri dan janin
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan cemas teratasi dengan criteria hasil:
· Ibu mendiskusikan takut mengenai diri janin dan masa depan kehamilan, juga mengenai ketakutan yang sehat dan tidak sehat
1. Diskusikan tentang situasi dan pemahaman tentang situasi dengan ibu dan pasangan
2. Pantau respon verbal dan nonverbal ibu dan pasangan
3. Dengarkan masalah ibu dengan seksama
4. Berikan informasi dalam bentuk verbal dan tertulis serta beri kesempatan klien untuk mengajukan pertanyaan
5. Libatkan ibu dalam perencanaan dan berpartisipasi dalam perawatan sebanyak mungkin
6. Jelaskan prosedur dan arti gejala
1. Memberi informasi tentang reaksi individu terhadap apa yang terjadi
2. Menandai tingkat rasa takut yang sedang dialami ibu atau pasangan
3. meningkatkan rasa kontrol terhadap situasi dan memberikan kesempatan pada ibu untuk mengembangkan solusi sendiri
4. Pengetahuan akan membantu ibu untuk mengatasi apa yang sedang terjadi dengan lebih efektif. Informasi sebaiknya tertulis agar nantinya memungkinkan ibu untuk mengulang informasi akibat tingkat stress, ibu mungkin tidak dapat mengasimilasi informasi. Jawaban yang jujur dapat meningkatkan pemahaman dengan lebih baik serta menurunkan rasa takut.
5. menjadi mampu melakukan sesuatu untuk membantu mengontrol situasi sehingga dapat menurunkan rasa takut.
6. Pengetahuan dapat membantu menurunkan rasa takut dan meningkatkan rasa kontrol terhadap situasi.
5
Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan penahanan hasil konsepsi, tindakan invasif
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien tidak menunjukkan tidak tejadi infeksi dengan criteria hasil:
· Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
· Tanda vital dalam batas normal
1. Tinjau ulang kondisi faktor resiko yang ada sebelumnya
2. Kaji terhadap tanda dan gejala infeksi
( misalnya peningkatan suhu, nadi, jumlah sel darah putih, atau bau/ warna secret vagina
Kolaborasi
3. Lakukan persiapan kulit praoperatif, scrub sesuai protocol
4. Dapatkan kultur darah vagina dan plasenta sesuai indikasi
5. Catat Hb dan Ht catat perkiraan kehilangan darah selama prosedur pembedahan
6. Berikan antibiotik spectrum luas parenteral pada praoperasi.
1. kondisi dasar ibu; seperti DM dan hemoragi menimbulkan potensial resiko infeksi atau penyembuhan luka yang buruk. Adanya proses infeksi dapat meningkatkan resiko kontaminasi janin
2. Pecah ketuban terjadi 24 jam sebelum pembedahan dapat mengakibatkan korioamnionitis sebelum intervensi bedah dan dapat mengubah penyembuhan luka
3. Menurunkan resiko kontaminan kulit memasuki insisi, menurunkan resiko infeksi pasca operasi
4.Mengidentifikasi organisme yang menginfeksi dan tingkat keterlibatan.
5. Resiko infeksi pasca perdarahan serta penyembuhan lebih lama bila kadar Hb rendah dan kehilangan darah berlebihan.
6. Antibiotik profilaktik dapat dipesankan untuk mencegah terjadinya proses infeksi sebagai pengobatan pada infeksi yang teridentifikasi

Daftar Pustaka
Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika
Llewellynijones, Derek. 2001. Dasar – dasar Obstiteri dan Ginekologi. Jakarta: Hipokrates
Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
nersumjcomunity.files.wordpress.com/2009/03/abortus-makalah.doc










 

 

 

 

 

 

 

 

ASKEP IBU DENGAN ABORTUS

  1. TEORI

Pengertian

Adalah abortus yang ditandai dengan adanya pembukaan cerviks, keluarnya jaringan sebagian dan sebagian masih tertinggal di dalam kandungan serta perdarahan pervaginam dalam jumlah yang banyak (Sarwono Prawirorahardjo, 1999) Adalah sebagian dari hasil konsepsi yang dikeluarkan. yang tertinggal adalah desidua.plasenta (Sinopsis, Obsetri, Fisiologi, Pathologi : 1998)

Patofisiologi

Perubafian patofisiologi dimulai dari perdarahan pada desidua yang menyebabkan necrose dari jaringan sekitarnya. Selanjutnya sebagian / seluruh janin akan terlepas dari dinding rahim. Keadaan ini merupakan benda asing bagi rahim, sehingga merangsang kontraksi rahim untuk terjadi eksplusi seringkali fatus tak tampak dan ini disebut “Bligrted Ovum”.

Gejala-gejala

Yang terpenting adalah :
1) Setelah terjadi abortus dengan pengeluaran jaringan, pendarahan berlangsung terus menerus,
2) Serviks tetap terbuka karena masih ada benda asing didalam rahim, maka uterus &an berusaha mengelwkannya dengan mengadakan kontraksi.
3) Amenorhoe
4) Sakit perut
5) Biasanya berupa stolsel (darah beku)
6) Sering terjadi infeksi
7) Kadang-kadang dapat diraba sisa-sisa jaringan

Penyebab

Pada hamil muda abortus selaiu didahului oleh kematian janin. Kematian janin disebabkan oleh :
1) Kelainan telur (kelainan kromosom : trisomi, poliploid) kelainan telur menye babkan kelainan pertumbuhan yang sedemikian rupa shingga janin tidak mungkin hidup terus, misalnya karena faktor endogen seperti kelainan pertumbuhan
selain oleh kelainan benih dapat juga disebabkan oieh kelainan lingkungan atau faktor ekstrogen virus, radiasi, zat kimia)
2) Penyakit ibu
Berbagai penyakit ibu dapat menimbulkan abortus misalnya :
a. Infeksi akut yang berat pneumonia, typaus dan lain-lain, dapat menyebabkan abortus prematum : janin dapat meninggal oleh toxin-toxidkarena penyehuan yang toxis dapat menyebabkan abortus wdaupun janin hidup.
b, Kelainan endoktri, misalnya kekurangan progesteron atau disfungsi kelenja.r gondok.
c. Trauma, misalnya laparatomi atau kecelakaan dapat menimbulkan abortus
d. Kelainan alat kandungan hipolansia, tumor uterus, serviks yang pendek, retro flexio utero incarcereta, kelainan endometriala, selama ini dapat menimbulkan abortus.

Komplikasi

1) Perdarahan (haemorrogrie)
2) Perforasi
3) Infeksi dan tetanus
4) Payah ginjal akut
5) Syok, yang disebabkan oleh syok hemoreagrie (perdarahan yang banyak) dan syok septik atau endoseptik (infeksi berat atau septis)

Tindakan Operatif Penanganan Abortus

1. PengeIuaran Secara digital
Hal ini sering kita laksanakan pada keguguran yang sedang berlangsung dan keguguran yang kadang-kadang berlangsung dan keguguran bersisa. Pembersihan secara digital hanya dapat dilakukan bila telah ada pembentukan wrviks uteri yang dapat dilalui oleh satu janin longgar dan dm k a m uteri cukup luas, karena manipulasi ini akan menimbul kan rasa nyeri.
2. Kuretose (kerokan)
Adalah cara menimbulkan hasil konsepsi memakai alat kuretase (sendok kerokan) sebelum melakukan kuratase, penolong harus melakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks dan besarnya uterus.
3 Vacum kuretase
Adalah cara mengeluarkan hasil konsepsi dengan alat vakum

  1. PATHWAYS
  1. ANALISA DATA
NO
TGL / JAM
DATA
PROBLEM
ETIOLOGI
1
Diisi pada saat tanggal pengkajian
Berisi data subjektif dan data objektif yang didapat dari pengkajian keperawatan
masalah yang sedang dialami pasien seperti gangguan pola nafas, gangguan keseimbangan suhu tubuh, gangguan pola aktiviatas,dll
Etiologi berisi tentang penyakit yang diderita pasien
  1. DIAGNOSA KEPERAWATAN
    •  
    • Devisit Volume Cairan s.d perdarahan
    • Gangguan Aktivitas s.d kelemahan, penurunan sirkulasi
    • Gangguan rasa nyaman: Nyeri s.d kerusakan jaringan intrauteri
    • Resiko tinggi Infeksi s.d perdarahan, kondisi vulva lembab
    • Cemas s.d kurang pengetahuan
    •  
  2. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN
PERENCANAAN
1
Devisit Volume Cairan s.d Perdarahan
Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake dan output baik jumlah maupun kualitas.
1.                  Kaji kondisi status hemodinamika
2.      Ukur pengeluaran harian
3.      Berikan sejumlah cairan pengganti harian
4.                  Evaluasi status hemodinamika
2
Gangguan Aktivitas s.d kelemahan, penurunan sirkulasi
Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi
5.                  Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas
6.      Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi uterus/kandungan
7.      Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari
8.      Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan/kondisi klien
9.                  Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas
3
Gangguan rasa nyaman : Nyeri s.d Kerusakan jaringan intrauteri
Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami
10.              Kaji kondisi nyeri yang dialami klien
11.  Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya
12.              Kolaborasi pemberian analgetika
4
Resiko tinggi Infeksi s.d perdarahan, kondisi vulva lembab
Tidak terjadi infeksi selama perawatan perdarahan
13.              Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar ; jumlah, warna, dan bau
14.  Terangkan pada klien pentingnya perawatan vulva selama masa perdarahan
15.  Lakukan pemeriksaan biakan pada dischart
16.  Lakukan perawatan vulva
17.  Terangkan pada klien cara mengidentifikasi tanda inveksi
18.              Anjurkan pada suami untuk tidak melakukan hubungan senggama se;ama masa perdarahan
5
Cemas s.d kurang pengetahuan
Tidak terjadi kecemasan, pengetahuan klien dan keluarga terhadap penyakit meningkat
19.              Kaji tingkat pengetahuan/persepsi klien dan keluarga terhadap penyakit
20.  Kaji derajat kecemasan yang dialami klien
21.  Bantu klien mengidentifikasi penyebab kecemasan
22.  Asistensi klien menentukan tujuan perawatan bersama
23.              Terangkan hal-hal seputar aborsi yang perlu diketahui oleh klien dan keluarga

No comments:

Post a Comment